Sebuah perjalanan mendesak dan sangat buru-buru menuju kota Jogjakarta dan kampung halaman untuk menemui keluargaku dan ibuku tentunya. Setelah 3 bulan aku disibukkan dengan pekerjaan lapangan, dateline dan fisik yang sangat terforsir. Sumpeknya kota Jakarta Barat yang menjadi lokasi kerja terakhirku di bulan maret sungguh sangat-sangat tidak nyaman dan menimbulkan stress yang teramat sangat baik fisik maupun batin. Aku sangat rindu kamarku, aku rindu masakanku sendiri, aku rindu masakan budeku, dan aku rindu kotaku, aku rindu Jogjakarta, Aku sangat ingin pulang.
Tanggal 2 April, schedulle pekerjaan di Cengkareng sudah selesai. Entah dorongan dari mana perasaan rindu akan rumah itu muncul sebegitu dahsyatnya hingga aku memesan tiket kereta api tercepat yang bisa membawaku pulang ke Jogjakarta. Padahal biasanya- bahkan sejak dulu pertama kali aku ke Jakarta aku selalu memilih perjalanan malam karena akan terasa nyaman di jalan karena sepanang perjalanan akan diliputi rasa kantuk yang teramat sangat sehingga waktu akan berlalu dengan cepat tidak terasa sudah sampai di kota tujuan.
Pada saat itu aku belum memiliki relasi calo di stasiun Pasar Senen, sehingga agak kesulitan jika hendak pulang ke Jogja secara mendadak. Atas bantuan seorang teman dekat yang kebetulan tinggal di dekat stasiun Jatinegara, aku mendapatkan tiket pulang pada hari selasa dengan kereta pagi Gajah Wong. Aku setuju saja karena hanya tiket itulah yang tersisa di loket dengan jadwal paling cepat.
Jam 07.40 aku sudah sampai di stasiun Jatinegara, lumayan kepagian secara tadi dari rumah bulek berangkatnya pagi-pagi untuk menghindari busway yang berjubel penuh esak dengan pekerja yang mau berangkat ke tempat kerja.
Jam 08.30 akhirnya keretapun bergerak perlahan meninggalkan kota Jakarta. Sangat lengang suasana di gerbong pagi itu, mungkin memang beginilah suasana kereta pagi karena memang sangat sia-sia waktu yang seharusnya seharian bisa di gunakan untuk melakukan hal-hal produktif di luar sana. Sungguh sangat berbeda dengan kereta malam. Aku bahkan duduk sendirian tanpa penumpang lain di samping tepat duduku. Ku nikmati saja.
Seperti halnya di setiap perjalanan ku, untuk hal-hal yang baru aku alami, aku paling tidak suka tidur. Sangat disayangkan karena waktu terbuang sia-sia. Apalagi ini adalah perjalanan siang pertama ku dengan menggunakan kereta. Aku sangat penasaran dan ingin tahu jalur yang biasa aku lalui sejak dulu dan inilah saatnya aku melihat sekelilingku, pasti berbeda.
Sejak kereta ini meninggalkan stasiun Jatinegara semuanya masih tampak biasa, bangunan dan rumah-rumah kumuh tampak di luar jendela keretaku. Membosankan tetapi mata ini juga tidak mampu untuk terpejam. Beginilah resiko perjalan pagi, merem tidak bisa melekpun tidak ada pemandangan yang indah, mau ngobrol juga tak ada teman di kursi samping. Dingin. semakin lama gerbong ini berasa kotak es yang berjalan karena AC yang menyala tidak bisa di stel temperaturnya dan juga karena jumlah penumpang yang sedikit serta memang saat ini sedang musim hujan yang menambah dingin semuanya.
Namun pada suatu siang di separoh waktu perjalananku, pandanganku takjub oleh sebuah pemandangan diluar jendela. Tampak sebuah pemandangan di sisi kiri keretaku, Sederetan pegunungan hijau terlihat berbaris sambung menyambung memperlihatkan eloknya pahatan Sang Pencipta di setitik bumi nan luas ini. K Gerimis lembut diluar sana, sisa hujan yang belum tuntas berhenti. Dibawahnya tampak undakan-undakan kecil terasering persawahan yang masih basah oleh air hujan. Terlihat pula beberapa petani masih bersemangat menggarap sawahnya, dan beberapa anak berlarian dibawah gerimis lembut yang menyapa. Sangat indah dan harmonis sekali.
Menurut feelingku dengan sedikit perhitungan rumus Jarak = Kecepatan x Waktu, daerah ini sudah berada di wilayah Jawa Tengah karena beberapa waktu lalu aku sudah melewati stasiun Cirebon. Namun aku masih belum menemukan jawaban karena aku pikir pemandangan dan susasana yang seperti ini hanya akan aku temukan di bumi Sunda saja. Satu-satunya wilayah yang kuingat yang memiliki sederetan pegunungan adalah daerah Purworejo, kabupaten yang berbatasan langsung dengan kabupaten Kulonprogo Provinsi DIY. Namun itupun tidak mungkin karena kereta akan tiba di Jogjakarta sekitar pukul 6 sore nanti.
Aku masih terpesona dengan pemandangan yang ada di depan mataku. Aku masih tidak menyangka ternyata di Tanah Jawa pun juga ada pemandangan semacam ini, suasana yang selama ini aku kira hanya bisa aku dapatkan di bumi Sunda. "SubhanaLLoh, ternyata tidak perlu jauh-jauh ke bumi Sunda, di Tanah Jawapun aku bisa menemukan suasana indah dan damai seperti itu, dan Jawa Tengah pula-Propinsi dimaha tanah kelahiranku berasal".Masih kagum yang diselimuti penasaran yang amat sangat. Dan secara spontan aku berucap " Mau dong, suatu saat aku merasakan hidup di tempat ini... pasti rasanya damai dan tenang tanpa harus ke bumi Sunda".
Masih terkagum-kagum tanpa menemukan jawaban sedikitpun dimana daerah yang kulihat ini. Sedikit perkiranaan, mungkinkah di Bumiayu? Dan aku bertekad sesampai dirumah nanti akan segera aku cari di peta akan keberadaan daaerah ini.
Hingga keretaku terhenti di Stasiun Lempuyangan Jogjakarta, aku masih di hinggapi takjub akan pemandangan yang baru saja ku dapatkan dalam perjalanan ku kali ini. Setiba di rumahku, setelah istirahat dan makan malam, aku benar-benar mencari peta jalur kereta api ( sebuah peta mudik lengkap jalur kereta api yang aku dapatkan pada saat musim mudik tahun lalu di stasiun senen, lebih lebar dari peta jalur mudik terbitan telkomsel) dan ternyata benar feelingku. Jika dilihat dari peta jalur kereta api dan warna kuning di peta yang menunjukkan daerah perbukitan, maka tak salah lagi. Bumiayu nama yang tertera di peta itu.
Sebenarnya hanya begitu saja. Hal yang biasa saja dan tidak terlalu aku ambil pusing. karena setelah kejadian itu -melihat di peta. Tidak ada yang aku lakukan terkait rasa kagumku akan Bumiayu. yah, hanya itu saja. seperti itu saja.
Namun lain cerita setelah bulan Oktober ini (masih di tahun yang sama, 2012) aku lalui.
Di bulan ini aku mendapatkan project penelitian di daerah Brebes mengenai PKH. pada awalnya semua rutinitas adalah biasa, beberapa kejutan aku alami sebagaimana kegiatan penelitian-penelitian sebelumnya. Kejutan yang mau tak mau harus aku lalui dan aku temukan solusinya sendiri. Sedikit gambaran perasaanku pada saat sampai di tempat ini adalah : medan yang sulit dengan naik turun perbukitan dengan jalan yang berkelok tajam + naik turun bukit, hal ini menyulitkan timku karena dari 12 orang hanya ada 1 laki-laki. Dan semuanya takut untuk berkendara dengan motor di sini. Sinyal susah dan terbatas, tidak bisa internetan, Pasar tradisionalnya yang kecil, jauh dari warung makan yang beraneka pilihan apalagi indomart-alfamart yang menjadi favoritku saat bekerja di daerah, serta yang lebih parah adalah kampung ini tepat ditengah-tengah yang diapit oleh persawahan, kebon kosong dan hutan di lereng pegunungan. Otomatis tidak akan berani keluar kampung di malam hari.
Dan inilah amazingnya, keterkejutanku akan kebesaran kehendak ALLOH.
Setelah sekitar tiga hari aku berkeliling di kecamatan ini, aku baru tersadar setelah melihat takjubnya pemandangan alam yang ada di sekitarku yang ternyata sangat indah di kala matahari masih menyinari dan menampakkan indahnya daerah yang aku tuju ini. dan tersentak batinku saat melihat ternyata ada jalur kereta api yang melintas di sisi jembatan di bawah desa yang aku singgahi.
Ya, daerah inilah yang aku lihat di siang itu dari dalam kereta yang membawaku ke Jogja. Daerah inilah yang sempat aku impikan untuk bisa aku singgahi bahkan mungkin menjadi salah satu destinasi masa depanku. Subhanalloh kawan, benar-benar tidak disangka-sangka bahwa gumaman yang sekedar spontan keluar dari mulut dan kata batin yang tidak sengaja terucap akan di kabulkan oleh Alloh dalam hitungan bulan. Meski tak ada doa rutin yang aku panjatkan tiap hari setelah sujudku, meski tidak ada keinginan yang menggebu-gebu seperti halnya aku menginginkan bia menyinggahi Raja Ampat di papua, Alloh sudah memberikanya untuku dengan cara yang tidak di sangka-sangka.
Ini adalah salah satu bukti saja bahwa Alloh tidak hanya Maha Mendengar tetapi juga Maha Mengabulkan apa yang menjadi ingin dan doa kita. Alloh Maha Berkehendak dan Maha Kaya karena semua yang ada di muka bumi dan langit adalah milik NYA.
Kawan, setelah kurang lebih 25 hari aku tinggal disini dan menikmati suasana yang aku impikan di awal bulan April lalu, satu keputusan yang bulat telah aku ambil. Bahwa aku tidak ingin hidup di tanah ini.
Alloh terimakasih atas kemurahanmu selama ini, Terimakasih atas segala kesempatan yang Engkau berikan untuk dapat menghirup udara sejuk desa ini hingga aku bisa mengambil keputusan untuk tidak menjadikan desa ini sebagai destinasi masa depanku menghabiskan usia dengan keluarga kecilku kelak.
** Cerita tentang keindahan desa ini akan aku paparkan di lain judul.
|